Inilah Rahasia Dapur Penerbit Mayor

 


Materi ini disampaikan oleh Edi S. Mulyanta, dengan moderator Sri Sugiastuti. Menguak Dapur Penerbit Mayor. Dengan judul materi seperti itu tentu akan menimbulkan penasaran karena bagi penulis awal seperti saya, berkenalan dengan penerbit mayor dan seluk beluknya sangat dibutuhkan.

Profil narasumber dapat dilihat di link ini https://omjaylabs.wordpress.com/2020/04/22/biodata-edi-s-mulyanta/

Apakah menjadi penulis dapat diandalkan sebagai profesi ? Ternyata, profesi penulis dan penerbit telah dilindungi undang-undang secara penuh sejak terbitnya UU no 3 Tahun 2017 yag diikuti oleh Peraturan Pemerintah 2 tahun kemudian yaitu PP No 75 tahun 2019. Dalam UU No.3 dijelaskan dengan detail bagaimana proses industri penerbitan dan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Diatur dengan detail dan kemudin disempurnakan dengan PP No 75 yang lebih detail mengatur proses membuat naskah hingga menyebarluaskannya. Apabila kita ingin menjadi penulis, ada baiknya kita mempelajari dengan seksama pada Peraturan Pemerintah No 75 tersebut, karena dengan PP ini proses penerbitan buku akan menjadi lebih cepat. Mengapa lebih cepat, karena ada aturan-aturan yang detail bagaimana sisi penulis mengajukan naskah hingga sisi penerbit dalam mengelola naskah menjadi buku.

Pembagian penerbit mayor dan minor sebenarnya tidak ada dalam Undang-Undang Perbukuan No 3 tersebut. Jadi ini hanya pembagian yang secara alamiah terjadi, dimana penerbit mayor tentu mempunyai jumlah produksi yang lebih tinggi dibanding dengan penerbit minor. Oleh Perpustakaan Nasional, kemudian digolongkan ke dalam penerbit yang berproduksi ribuan dan ratusan yang terlihat dalam pembagian ISBN yang dikeluarkannya. Pembagian menjadi dua kubu yaitu penerbit mayor dan minor, kemudian terjadi juga di sisi pemasaran bukunya, dimana ada penerbit yang mampu menjangkau secara nasional dan ada yang regional saja.Hal ini diperuncing lagi dengan pembagian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia atau Kemendikbud DIKTI, yang mensyaratkan terbitan buku harus berskala nasional penyebaran dan pemasarannya. Penerbit yang memang dari awal persaingan beroplah besar tentu tidak ada masalah dengan hal ini, karena memang skala produksi dan skala mesin produksinya memang sudah terlanjur besar, sehingga untuk memenuhi pasar nasional relatif lebih mudah.

Di Era pandemi ini ternyata mengubah pola distribusi buku dengan cukup signifikan, dimana saluran outlet yang dahulunya menjadi jalur utama, saat ini justru menjadi korban dari keganasan virus Covid 19, karena ditutupnya jaringan-jaringan toko buku atau dibatasinya aktivitas pusat perbelanjaan. Beruntungnya, kondisi pandemi ini menciptakan lahan baru bagi penerbit, sebagai dapur pengolahan naskah dari penulis. Tidak ada masalah yang cukup berarti dari sisi penerimaan naskah baru. Di era pandemi ini, naskah masih saja mengalir dengan cukup baik. Hal ini karena banyak calon penulis yang melakukan WFH sehingga banyak waktu untuk melakukan penulisan naskah buku.

Tuntutan untuk tetap produktif kepada para pengajar baik guru maupun dosen, menjadikan laju naskah baru masih tetap terjaga dengan baik. Yang menjadi kendala adalah justru di pengolahan naskah, mulai dari editorial, setting perwajahan dan cover buku hingga produksi buku cetak. Outlet toku buku fisik banyak terkendala kebijakan pemerintah, sehingga secara otomatis proses penerbitan buku menjadi melambat menyesuaikan dengan kondisi output penjualan buku yang melambat. 

Dengan berlakunya PSBB  dan PPKM di beberapa daerah, dengan otomatis Toko buku andalan penerbit misalnya Gramedia memarkirkan bisnisnya di sisi pit stop dan terhenti sama sekali. Dari omzet normal dan terhenti di pit stop menjadikan omzet terjun bebas hanya berkisar 80-90% penurunannya. Outlet yang tertutup menjadikan beberapa penerbit ikut terimbas, sehingga mereposisi bisnisnya kembali. Hal ini berdampak secara langsung ke produksi buku hingga ke sisi penulis buku yang telah memasukkan naskah ke penerbit menanti bersemi di Toko Buku.

Sebelum Hari Raya 2021, perkembangan penjualan buku cukup baik, membuat banyak penerbit menaruh harapan yang cukup tinggi pada saat itu. Setelah hari raya, ternyata gelombang Covid mengembalikan penjualan buku ke titik terendah sejak 2020, sehingga penerbit akhirnya harus mencoba outlet-outlet baru.

Identifikasi tema buku menjadi sangat penting saat keadaan chaos seperti ini. Penerbit beruntung tema-tema yang up to date mengenai virus corona, telah ditebar ke penulis-penulis sebelumnya, sehingga dengan cepat mendapatkan bahan-bahan buku-buku yang berkaitan dengan virus dengan cepat.

Kesiapan penulis dalam menuliskan materi dalam sebuah buku menjadikan tantangan tersendiri, mengingat bahan-bahan sumber rujukan masih belum tersedia dengan mudah. Penerbit mempunyai database penulis yang cukup baik, sehingga dengan cepat dapat mengidentifikasi siapa penulis yang berkompeten di bidang ini, Dan dengan cepat penerbit meramu materi, kemudian diluncurkan, dan beruntung mendapatkan sambutan yang baik. Kesimpulannya adalah kesiapan penulis dalam updating materi tulisannya adalah menjadi mutlak diperlukan untuk dapat ditawarkan hasil tulisannya tersebut ke penerbit. Saat ini penerbit mereposisi produksi buku fisik untuk tidak dilakukan pencetakan secara massal, akan tetapi menyesuaikan dengan kondisi pasar yang masih belum stabil

Kita bisa mengunjungi di bukudigital.my.id untuk melihat2 buku-buku digital yang telah diproduksi oleh penerbit Andi. 







17 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama