Makna atau Esensi Penanggalan Hijriyah
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Selamat datang Ananda kelas 7, 8, dan 9. Hari ini kita dalam kegiatan kesiswaan yaitu Peringatan Hari Besar Islam Tahun Baru Hijriyah 1433 H. Silakan disimak penjelasan kajian tentang Esensi Penanggalan Hijriyah berikut ini.
Berikut adalah sebuah telaah sederhana terhadap Esensi Penanggalan Hijriyah.
Landasan
Firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ.
Artinya: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu
mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan
demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. ( QS. Yunus (10) :5 )
Demikianlah, Allah menjadikan posisi benda – benda langit sebagai
fakta astronomis yang menjadi dasar penanggalan Hijriyah.
Satu – satunya cara dalam membuat kalender Hijriyah adalah dengan
penghitungan ( hisab ) astronomis. Perputaran
benda – benda langit diciptakan sangat teratur oleh Allah SWT, sehingga
bisa kita hitung.
Berbeda dengan penanggalan Masehi yang matematis, kalender Hijriyah
dibangun berdasarkan fakta Astronomis. Orang harus melihat langit untuk
menentukan tanggal. Petunjuk Nabi SAW, dalam melihat tanggal satu adalah dengan
melihat bulan sabit di langit. Karena bukan berbasis perhitungan itulah, yang
membuat kalender Hijriyah tidak perlu melakukan koreksi sebagaimana kalender
Masehi.
Jika saat matahari terbenam di ufuk barat kita bisa melihat bulan
sabit, maka saat itulah terjadi pergantian bulan. Malam itu sudah dihitung
tanggal 1.
Berbeda dengan penanggalan Masehi di mana pergantian tanggal
dimulai tengah malam, dalam penanggalan Hijriyah, pergantian tanggal dimulai
setelah matahari terbenam.
Perhatikan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah 189:
۞ يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ
لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ
ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ
اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .
Artinya: Mereka bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk)
waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki
rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa.
Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung.
Matahari dan bulan sesungguhnya memilki arti penting bagi umat manusia
di bumi, salah satunya sebagai alat penunjuk waktu. Allah menciptakan matahari
dan bulan beserta garis – garis edarnya dengan peredaran yang teratur adalah
agar manusia dapat mengambil manfaat darinya sebagai alat perhitungan waktu.
Selain sebagai alat perhitungan waktu, benda langit –matahari-
bermanfaat untuk mengetahui arah kiblat, dengan metode rasydul qiblah.
Metode ini merupakan cara yang paling praktis dalam mengukur arah kiblat. Yaitu
ketika matahari berada pada titik kulminasi tepat di atas ka’bah, sehingga
semua bayangan benda mengarah ke arah ka’bah.
Ka’bah secara konseptual dan spesifik bagi suatu lokasi telah
dinyatakan dalam Al-Qur’an ternyata memiliki nilai kemukjizatan ilmiah.
Demikianlah, Allah menciptakan benda-benda langit yang sangat bermanfaat untuk manusia, sebagaimana firman-Nya.
1. Q.S. Ar-Rahman:5
اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
.
Artinya: Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
2. QS.An_Nahl: 16
وَعَلٰمٰتٍۗ وَبِالنَّجْمِ هُمْ
يَهْتَدُوْنَ .
Artinya: dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk.
3. QS. Al-Isra : 12
وَجَعَلْنَا الَّيْلَ وَالنَّهَارَ
اٰيَتَيْنِ فَمَحَوْنَآ اٰيَةَ الَّيْلِ وَجَعَلْنَآ اٰيَةَ النَّهَارِ
مُبْصِرَةً لِّتَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوْا عَدَدَ
السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنٰهُ تَفْصِيْلًا .
Artinya: Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua
tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan
tanda siang itu terang benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari
Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan
segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
B. Sejarah Penentuan Kalender Hijriyah
Kalender yang sekarang dipergunakan di seluruh dunia disebut Kalender Masehi atau Anno Domini (AD). Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak hari tersebut, sedangkan sebelum itu disebut sebelum Masehi atau SM.
Pada masa sebelum peradaban Islam, bangsa Arab belum mempunyai
penanggalan /kalender. Penyebutan tahun disebut berdasarkan peristiwa yang
terjadi. Misalnya, jika pada tahun itu banyak terjadi turun hujan dan banjir
maka disebutlah “Aamul Faidhon” atau “Tahun Banjir”. Nabi Muhammmad SAW lahir bertepatan
dengan datangnya tentara bergajah menyerang Ka’bah maka tahun kelahiran Nabi
Muhammad SAW disebut “Aamul Fiil” atau “tahun Gajah”. Sedangkan pada saat itu,
peradaban bangsa Romawi, Persia, dan Koptik ( Mesir) sudah menyebutkan nama
tahun.
Pada masa pemerintahan Khalifar Umar Bin Khattab datang surat dari Gubernur Abu Musa Al- As’ari yang menyatakan bahwa beliau mengetahui surat dari Romawi, Persia, dan Koptik selalu memakai tanggal dan tahun.
Riwayat lain mengatakan telah terjadi suatu peristiwa bahwa telah
datang satu utusan yang menyampaikan klarifikasi terhadap Khalifah Umar bin
Khattab ra. Utusan itu mengatakan “ Yaa Khalifah atatsnarrisaalah maktubun
fiiha sya’ban …dst” ,Wahai Khalifah …telah sampai kepada kami sebuah surat
perintah dari engkau, tertulis dia
tasnya bulan Sya’ban, namun kami tidak tahu Sya’ban yang mana? Apakah Sya’ban
yang telah terlewat atau Sya’ban yang akan datang. Kami khawatir ketika surat
itu sampai kepada kami Sya’bannya sudah terlewat, dan kami khawatir tidak dapat melaksanakan perintahmu.
Maka Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat kibar/
para pembesar sahabat saat itu yang mengerti baca tulis untuk mendiskusikan
bagaimana menetapkan kalender/penanggalan Islam. Masing – masing sahabat
memberikan pendapatnya. Adapun pendapat para sahabat itu adalah sebagai
berikut:
1.
Penetapan tahun 1 pada penanggalan Islam dibuat berdasarkan
turunnya wahyu. Hal ini tidak disetujui oleh sahabat yang lain, karena pada
masa turun wahyu kondisi kehidupan bangsa Arab masih dalam kondisi jahiliyah,
masih ada pelanggaran terhadap syariat, misalnya meminum khamar, mabuk,berzina
dan berjudi.
2.
Pendapat ke 2 mengusulkan agar penetapan tahun 1 dalam penaggalan Islam
dibuat berdasarkan kelahiran Nabi Muhammad SAW, namun pendapat inipun tidak
disetujui. Karena ketika Nabi SAW dilahirkan, belum ada perubahan kondisi pada masyarakat
Mekkah khususnya, masih banyak orang yang mabuk, berjudi, menyembah berhala,
dan perbuatan jahiliyah lainnya.
3.
Pendapat lain dalam penetapan tahun 1 pada penanggalan Islam dibuat berdasarkan wafatnya Nabi SAW.
Pendapat inipun tidak disetujui oleh sahabat-sahabat lain yhang hadir saat itu..
4.
Pendapat yang mengatakan bahwa tahun 1 pada penanggalan Islamh
ditetapkan berdasarkan pada hijrahnya Rasulullah SAW dan sahabatnya ke Madinah.
Dalam satu riwayat pendapat ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib,
dalam riwayat yang lain pendapat tersebut disampaikan oleh Umar bin Khattab.
Menurut pendapat ini ‘Alhijratu tufarriqu bainal haqqi wal bathil’ yaitu bahwa
Hijrah adalah yang memisahkan antara yang haq dan bathil. Maka disejuilah
pendapat yang keempat ini, berdasarkan ‘ijma’ /musyawarah para sahabat
nabi yang berkumpul saat itu. Kejadian
itu terjadi pada tahun ke 17 pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan
disetujui para sahabat Nabi SAW pada pemerintahan Gubernur Abu Musa Al-As’ari.
Maka sejak itulah penanggalan hijriyah dipakai hingga sekarang.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa sejarah penetapan penanggalan Islam adalah:
1. Sehebat apapun Khalifah Umar bin Khattab, walaupun beliau sebagai Amirul Mu’minin, beliau tetap mendengarkan pendapat orang lain yang saat itu adalah para sahabat Nabi SAW. Ketika beliau akan memutuskan tahun 1 dalam penanggalan Islam, beliau menetapkannya berdasarkan musyawarah, bukan semena-mena atas pendapat dan pemikiran sendiri padahal beliau seorang yang mempunyai kekuasaan/jabatan
2. Ada perkara-perkara dalam Islam yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits tidak serta merta disebut bid’ah. Contohnya dalam hal kalender/penanggalan dalam Islam tidak ada di dalam Al-Qur’an, tetapi murni berdasarkan ijma’para sahabat Nabi SAW. Oleh karena kata Nabi SAW : “ ‘Alaikum bisunnati wasunnatil Khulafaul Rasyidiin mimba’di abdu ‘alaiha bil nawajiz” diikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaul Rasyidiin sepeninggalku, gigitlah sunnah itu dengan geraham
3. Jangan saling membid’ahkan atau bertafarruq/berpecah belah di kalangan kaum muslimin, karena jika kaum berpecah belah akan menguntungkan musuh – musuh Allah.
Wassalamu’alaikaumwarahmatullahi wabarakaatuh.
Daftar
Rujukan:
1.
Al-Qur’anul Karim
2.
Penanggalan Islam, Muh. Hadi Bashori
3.
Wikipedia
4.
Video Ceramah Ustadz Abdul Shomad : Memperingati Tahun Baru
Hijriyah
5.
Video Ceramah Ustadz Adi Hidayat: Latar Belakang Penamaan Tahun
Hijriyah
Jazakillah khoiron ilmunya. sy izin ikut download materinya ya...
BalasHapusAamiin yra, silakan
Hapus
BalasHapusJangan saling membid’ahkan atau bertafarruq/berpecah belah ... (sudah terjadi)
Mungkin perlu banyak membaca cerita sejarah para sahabat
HapusMantap
BalasHapusTerima kasih kunjungan nya
Hapusmantap
BalasHapusPosting Komentar